Penerapan Hukuman Seumur Hidup Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi di Indonesia
Abstract
Dalam sejarah peradaban manusia, salah satu kejahatan tertua di dunia dan yang paling sulit diberantas adalah korupsi. Secara harafiah korupsi berarti “kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah. Menurut Transparancy Internasional (TI) yang berbasis di Jerman, “di tahun 2019 IPK Indonesia 2,8 dengan peringkat 110 dari 178 negara. Nilai IPK ini masih sama dengan IPK 2018, artinya tidak ada kemajuan, jalan di tempat, atau stagnan. Rumusan Masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu bagaimana pemidanaan terhadap pelaku kejahatan tindak pidana korupsi dan bagaimana efektivitas hukuman seumur hidup terhadap pelaku kejahatan tindak pidana korupsi. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori pemidanaan dan teori relative atau teori tujuan sebagai pisau analisis. Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan pendekatan hukum yuridis normatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian Undang-Undang (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) yang pada prinsipnya bersumber dari bahan hukum primer terdiri dari undang-undang dan putusan hakim, bahan hukum sekunder terdiri buku-buku, hasil-hasil penelitian, artikel serta bahan hukum tersier perpustakaan, artikel dan website. Teknik analisis bahan hukum menggunakan teknik interpretasi gramatikal. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana korupsi diatur dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa Setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar) dan efektifitas hukuman seumur hidup terhadap pelaku tindak pidana korupsi dinilai belum efektif karena meskipun telah diatur hukuman maksimal namun kejahatan korupsi tetap dilakukan bahkan hukuman seumur hidup telah diberlakukan sebelumnya terhadap pelaku korupsi Adrian Woworuntu pada tahun 2005 namun hal tersebut tidak memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan korupsi lainnya dibuktikan dengan vonis hakim kepada Akil Mochtar dalam perkara korupsi penanganan sengketa pemilihan kepala daerah. Saran dalam penelitian ini adalah Frasa ‘keadaan tertentu’ dalam penerapan hukuman mati yang terdapat dalam pasal 2 dapat dihapus, sehingga hukuman tertinggi dalam pasal 2 menjadi hukuman mati agar pasal tersebut benar-benar efektif dan menimbulkan efek jera serta agar draft rancangan undang-undang mengenai perampasan aset segera disahkan oleh pemerintah agar kasus serupa tidak lagi terjadi dan penanganan pemberantasan tindak pidana korupsi dapat efektif dan efisien.
Downloads
References
2008, hlm. 186.
Igm Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi, Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan
Mafia Hukum”, Pustaka Belajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 75
http://www.ti.or.id, ”Indeks Korupsi Stagnan”, diakses tanggal 20 Februari 2020
Kristina Dwi Putri, “Efektifitas Penerapan Hukuman Mati Bagi Para Pelaku Tindak
Pidana Korupsi Di Indonesia” Universitas Internasional Batam, 2021
Lena Marlina, “Ancaman Pidana Mati Terhadap Pelaku Korupsi Dalam Keadaan
Tertentu Di Indonesia”, Universitas Batanghari Jambi, 2021
Sugianto, Analisis Yuridis Tindak Pidana Korupsi Penggunaan Anggaran Dana Desa, Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara, 2020
www.cnbc indonesia.com, diakses pada tanggal 04 Juni 2023